Membatik Asyik Juga!

Regenerasi pembatik di semua sentra batik memang menjadi masalah serius yang perlu diperhatikan. Macetnya regenerasi pembatik merupakan ancaman nyata terhadap kelestarian budaya batik tulis.

Biasanya anak muda jaman sekarang kurang tertarik menjadi pembatik karena berbagai hal, tetapi tidak demikian dengan Tatik. Kuntanti nama lengkapnya. Berasal dari Desa Ketangi, Kabupaten Rembang. Sejak umur 9 tahun Tatik sudah bergelut dengan dunia batik. Dengan bimbingan ibunyam Tatik kecil mulai mengenal keterampilan membatik dengan mengerjakan batik di sela-sela waktu kosongnya sebagai pelajar.

Ibunya bekerja sebagai pembatik borongan (membawa kain batik untuk dikerjakan di rumah) dari Marpat, pengusaha Batik Sekar Kencana, desa Babagan, Lasem. Karena terbiasa membantu ibunya mengerjakan batik di rumah, maka ketrampilan tatik membatik pun dari hari ke hari kian meningkat.

Lulus SMA, Tatik tidak dapat menlanjutkan SMA karena tidak ada biaya. Karena tidak ingin menganggur, Tatik kemudian bekerja sebagai pembatik harian di perusahaan Sekar Kencana. Sekarang Tatik berumur 19 tahun dan sudah 4 tahun bekerja harian sebagai pembatik, dengan keahilian ngiseni dan mutuli.

Sebelumnya, Tatik bekerja sebagai buruh harian pada perusahaan burung walet selama 4 bulan. Kemudian ia keluar karena sakit mata dan leher sehubungan dengan pekerjaannya membersihkan sarang burung walet dalam ruangan gelap. Kalau upahnya diperbandingkan, upah sebagai pembatik harian lebih tinggi dibandingkan sebagai buruh harian walet.

Untuk saat ini Tatik merasa upahnya sudah cukup, tetapi tidak jika sudah berumah tangga. Seperti pengalman rekan-rekannya, pembatik yang sudah berkeluarga. mereka tidak dapat menabung karena upahnya selalu habis untuk membeli kebutuhan pokok keluarga.

Menurut Tatik, saat ini anak muda kurang berminat menjadi pembatik dikarenakan rata-rata dari mereka tidak mempunyai keterampilan sebagai pembatik. Selain itu menjadi pembatik dianggap kurang “gaul” karena lingkungan kerja didominasi oleh pembatik yang umurnya rata-rata diatas 40 tahun.

Sebaliknya untuk Tatik, hal ini justru menguntungkan. Baginya bergaul dengan orang tua dapat meningkatkan kedewasaannya. Da juga dapat belajar masalah-masalah dalam kehidupan rumah tangga. Sebagai anak muda, Tatik justru bergaul dengan pembatik-pembatik muda yang bekerja pada pengusaha lain, tetapi hanya kadang-kadang.

Jarak rumah Tatik dengan tempat kerjanya sekitar 4 km. Setiap hari dia mengayuh sepeda kesayangannya untuk pulang-pergi Ketangi-Babagan. Tatik sarapan dulu di rumah dan siang mendapat makan di tempat kerjanya. Jadi tiap hari upahnya selalu utuh.

Pilihan sebagian besar anak muda untuk bekerja di luar menjadi keprihatinan bagi Tatik. Teman-temannya yang bekerja sebagai PRT di luar daerah, jika sudah menikah pulang ke desa karena harus mengurusi rumah tangganya sendiri. Biasanya setelah menikah, mereka menganggur. Padahal jika bekerja sebagai pembatik, walaupun menikah masih bisa bekerja sebagai pembatik.

Tatik berharap batik Lasem tetep lestari dan kesejahteraan pengrajin dapat ditingkatkan, maka batik Lasem harus terus dikembangkan, terutama variasi motifnya. Dengan pengembangan gambar motif, maka batik kemungkinan dapat diterima oleh selera anak muda. Kegiatan-kegiatan anak muda untuk mengenal lebih dekat dengan batik, seperti di kenalkan bahan baku dan alat-alat batik, akan membuat anak muda tertarik untuk menekuni membatik.

Menurut Tatik, untuk mendukung upaya keledstarian batik Lasen naka kesenian yang ada di Lasem juga harus dikembangkan. Perkembangan kesenian Lasem tentu saja akan meningkatkan kebiasaan memakai batik Lasem, dimulai dari pakaian para pemain kesenian tersebut.

Hal ini diharapkan mampu mendorong warga mulai membiasakan diri untuk memakai batik Lasem. Tentu saja usaha ini perlu dibarengi dengan produksi batik Lasem harga yang dapat dijangkau Warga.

Ternyata membatik, asyiknya juga. Itulah makna yang dapat dirasakan dari penuturan Tatik, seorang perempuan muda yang peduli terhadap kelestarian budaya. Dia dengan setia menekuni pekerjaan membatikm ditengah sebagian besar teman sebayanya ini. Suatu pilihan hidup layak kita hargai dan teladani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *