Jika kita berbicara tentang ragam sebuah produk tidak terlepas dari sebuah inovasi, termasuk Batik. Inovasi Batik disini erat kaitannya dengan pengembangan desain, baik desain motif maupun desain produk.
Bagaimana jika keduanya digabungkan? Satu upaya yang mencakup keduanya. Desain motif disini disesuaikan dengan pola produk yang akan dibuat, artinya tidak akan menghilangkan motif induk yang sudah ada. Sebaliknya, ada kecenderungan menampakkan ciri khas motif Batik di masing-masing wilayah pada sebuah produk yang desainnya up-to-date serta lebih diterima banyak segmen.
Baca Juga : Mbah Sukini, Semangat Kemandirian Seorang Pembatik
Upaya tersebut menjadi salah satu kegiatan yang sudah dilakukan IPI bersama pembatik dan teman-teman SMK dari jurusan Tata Busana di Kabupaten Batang, bulan September lalu. Lokasi pelatihan untuk pembatik kembali dilakukan di Galeri Batik Rifaiyah (Desa Kalipucang Wetan) dan pelatihan untuk teman-teman SMK dilakukan di ruang praktek SMK N 1 Warungasem. Menjadi sebuah kebetulan, SMK jurusan Tata Busana di Kabupaten Batang hanya ada dua yaitu SMK N 1 Warungasem dan SMK PGRI. Keduanya berada di lingkungan dimana pembatik kuno berada (Desa Masin dan Desa Proyonanggan).

Karena hasil akhir dari pelatihan ini adalah sama-sama berupa kain jadi. Sebuah lanjutan dari pelatihan pewarnaan sintetis yang sudah dilakukan pada bulan Juli. Sekaligus menjadi sebuah rangkaian untuk pelatihan selanjutnya yaitu desain produk.
Di tempat dan pelatih yang berbeda, proses awal sama-sama dilakukan identifikasi motif dasar Batik pada kertas ukuran A4, untuk kemudian dilanjutkan pengembangan motif di kertas yang lebih besar (kertas ukuran A3).
Tujuannya adalah mengenal kembali motif Batik yang sudah menjadi warisan turun temurun, meskipun untuk teman-teman SMK tujuan ini belum tercapai karena tidak semua berasal dari daerah pembatik. Mereka lebih cenderung membuat motif Batik kreasi baru. Pelatihan ini menjadi lebih baik lagi karena nantinya akan menjadi pintu awal jembatan penghubung antara teman-teman SMK dengan pembatik.
Pada akhirnya, perbedaannya terletak pada aplikasi desain motif pada tahap selanjutnya. Desain motif yang sudah ada kemudian dipindahkan ke kertas seukuran kain (100x 250 cm), dan disinilah letak perbedaannya. Dengan pertimbangan yang sama yaitu proporsi motif, pembatik diajak berpikir lebih spesifik lagi yaitu bagaimana membuat desain motif yang hasil akhirnya setelah jadi produk kain Batik bisa digunakan tidak hanya satu dua orang saja, tapi bisa lebih fleksibel diterima banyak kalangan. Sementara untuk teman-teman SMK diajak untuk berpikir bagaimana kemudian desain motif tersebut kemudian bisa diolah menjadi produk ready-to-wear dan diminati khalayak ramai.