Sekilas Jejak Rintisan Konsep Samadaya
Program Samadaya merupakan upaya menerapkan hasil pembelajaran yang diperoleh IPIselama 20 tahun sejak didirikan di Jakarta, 27 Oktober 2000. Tujuannya mencari model pendidikan pluralisme yang mudah dan efektif sehingga dapat dipahami masyarakat Indonesia, IPI telah menjalankan serangkaian program riset aksi di beberapa bidang terkait. Dalam hal ini para peneliti IPI melakukan proses refleksi kritis atas data yang diperoleh melalui kegiatan program.
IPI mengawali studi eksplorasi pada tahun 2000 – 2003 untuk mencari pola pendidikan pluralisme yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Program yang dijalankan IPI di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan pada periode rintisan ini antara lain Jaringan Relawan Donor Darah, Studi Jaringan Pencegahan Dini Konflik Komunal, Menjembatani Keberagaman Sosial Budaya dan Lingkar Dialog Pemuda.
Berbagai program IPI tersebutmemberikan inspirasi tentang perlunya sebuah pendekatan populer pendidikan pluralisme di Indonesia. Dalam hal ini diperlukan kegiatan-kegiatan antara untuk memudahkan diperolehnya pengalaman praktis dan bermanfaat bagi “orang-orang biasa”dalam masyarakat Indonesia.Tujuannya saling belajar dan saling mendukung di berbagai bidang kehidupan yang relevan untuk mereka bangun bersama. Hipotesis tentang perlunya pendidikan pluralisme berbasis kegiatan bersama (pluralism education through collective action atau secara singkat disebut sebagai pluralism in action (PIA)merupakan hasil studi awal IPI pada periode tahun 2000 – 2003.
Selanjutnya guna mencari model terapan dari konsep PIA tersebut maka IPI mulai membangun sebuah pilot project di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah melalui program “Revitalisasi Budaya dan Industri Batik Lasem” (tahun 2004 – 2011). Peranan individu penggerak dan jaringan ekosistem pendukung revitalisasi Batik Lasem dipelajari melalui studi kebijakan dan praksis (policy & implementation research) baik di tingkat lokal (Kabupaten Rembang), nasional (Indonesia) maupun kaitannya dengan dinamika ekonomi kreatif berbasis budaya di tingkat internasional. Sementara itu, sebuah pilot project mikro dibangun IPI di Desa Jeruk, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang melalui fasilitasi pendirian dan pendampingan usaha dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) “Srikandi Jeruk”. Melalui observasi terhadap dinamika perkembangan KUB Srikandi Jeruk, IPI mempelajari proses pemberdayaan kapasitas sumberdaya manusia para pembatik dalam meningkatkan kualitas hidup mereka, baik sebagai individu maupun sebagai sebuah kelompok usaha bersama.
Pembelajaran yang diperoleh IPI dari pilot project Revitalisasi Batik Lasem, diperdalam dengan pengalaman lapangan di berbagai sentra produksi batik dan tenun tradisional Indonesia pada tahun 2012 – 2018. Daerah-daerah studi banding IPI meliputi Batang, Magelang dan Pemalang (Jawa Tengah), Tuban dan Pacitan (Jawa Timur), Manggarai Barat dan Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur) serta Toraja Utara (Sulawesi Selatan).
Selama 20 tahun perjalanan IPI mengkonfirmasi perlunya saling pengertian dan kerjasama antar individu dan lembaga dalam membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Kesimpulan ini menjadi ide dasar pembentukan divisi sekaligus program Samadaya di Institut Pluralisme Indonesia (IPI). Program Samadaya dilaksanakan sejak tahun 2021 oleh IPI dalam wujud 2 bidang program utama yaitu Revitalisasi Batik Indonesia dan Pengembangan Ekonomi Inklusif.
IPI berharap dapat bersinergi dengan beragammitra di berbagai lembaga pemerintah, bisnis, komunitas, lembaga pendidikan dan riset serta media.
Bersama Berdaya.
Salam damai sejahtera dan berbahagia senantiasa.
Foto 1: Para anggota KUB Srikandi Jeruk, Rembang, bekerjasama dalam proses pembelajaran di berbagai bidang teknis, desain, bisnis dan sikap mental agar mandiri secara sosial ekonomi.
Foto 2: Para pembatik anggota KUB Srikandi Jeruk sedang belajar menggunakan lingkaran warna sebagai alat bantu desain batik. Pelatihan dilakukan di Imogiri, Yogyakarta, 18-21 Desember 2006.
Foto 3: Diskusi tentang perkembangan teknik dan desain batik Lasem bersama keluarga nenek Sukini (90 tahun) di Desa Jeruk, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Sebuah bukti bahwa regenerasi budaya dan profesi pembatik membutuhkan semangat dan ketekunan luar biasa untuk transfer semangat kecintaan, pengetahuan dan ketrampilan membatik oleh para orang tua pembatik kepada keturunan mereka.