Menggagas Kawasan Lontong Pereng Menjadi Ikon Pariwisata Rembang

Keberadaan kawasan lontong Pereng terletak di jalan raya Rembang-Pamotan, tepatnya di Desa Jeruk. Untuk menuju ke lokasi Kawasan Lontong Pereng dari Rembang hanya diperlukan waktu tak lebih dari 20 menit. Sekilas kios-kios lontong tersebut masih sangat sederhana, bangunannya masih dari bambu dengan meja dan kursi ala kadarnya, meski demikian tidak mengurangi semangat para penjualnya yang rata-rata adalah gadis-gadis dari dusun Pereng. Untuk urusan rasa, lontong pereng sudah tidak diragukan lagi, dan umumnya masing-masing penjual mempunyai pelanggan fanatik. Hanya dengan uang 8 Ribu Rupiah kita sudah dapat menikmati lontong pereng lengkap berserta daging ayam kampung pilihan serta teh botol.

Saat ini terdapat 11 kios lontong ditambah 1 kios es degan. Harga sewa per kios bervariasi antara 2 sampai 4 Ribu per hari, selain itu mereka juga wajib membayar pajak penghasilan sebesar 6 Ribu per bulan. Untuk keperluan air bersih mereka dibebani 25-30 Ribu per bulan, sedangkan untuk listrik rata-rata 6 Ribu per bulan. Namun untuk air bersih dan listrik tidak semua pedagang ikut berlangganan, disesuaikan kebutuhan masing-masing pedagang. Dengan demikian jika dirata-rata perbulan masing-masing pedagang dibebani sekitar 97 Ribu dengan asumsi mendapatkan segala fasilitas mulai dari sewa tempat, air bersih, listrik, termasuk juga pajak penghasilan. Hasil tersebut jika dikalikan dengan jumlah seluruh pedagang yang ada dikalikan setahun maka tidak kurang dari 13 Juta per tahun. Pertanyaanya adalah kemana uang itu pergi? Melihat besarnya uang tersebut nampaknya Desa Jeruk mempunyai potensi yang cukup besar untuk menggerakan ekonomi desa, jika Kawasan Lontong Pereng dikelola dengan baik.

Dari Dinamika ke Dinamika

Melihat potensi tersebut Juweni, Kepala Desa Jeruk berinisiatif untuk menyampaikannya langsung kepada Bupati Rembang, Moch Salim yang kebetulan saat itu berkenan hadir dalam acara “Dinamika Pembangunan dan Pemerintahan”, bertempat di Balai Desa Jeruk 14 Februari 2009. Juweni semakin lantang mengusulkan penataan Kawasan Lontong Pereng, yang menurutnya sangat bersesuaian dengan Visi Pak Bupati melalui empat pilarnya, yaitu membangkitkan ekonomi rakyat. Selain karena potensinya, menurut Juweni Kawasan Lontong Pereng memang harus segera dibenahi karena berada di pinggir jalan raya yang bisa membahayakan baik para konsumen atau pengendara kendaraan bermotor yang melewati daerah tersebut. Kemungkinan terjadinya kecelakaan dapat disebabkan karena lalulalang penjual dan pembeli, fasilitas parkir yang kurang memadahi, berada di dekat tanjakan, dan aktifitas olahraga yang berada di lapangan dekat Kawasan Lontong Pereng dan berbatasan langsung dengan jalanraya. Hal Senada juga dikemukakan oleh Camat Pancur Ir. Suryawan kepada Bupati Rembang, Moch Salim pada forum “Dinamika Pembangunan dan Pemerintahan” di Desa Sidowayah, 27 Juni 2009.

Disamping Juweni menyampaikan usulan secara langsung kepada Bupati, beliau selaku Kepala Desa Jeruk beserta segenap perangkat dan masyarakat juga telah memasukkan pembangunan Kawasan Lontong Pereng sebagai usulan program dalam Musrenbangdes. Usulan tersebut terus ditindaklanjuti sampai dengan Musrenbangcam dan Murenbangkab. Berdasarkan hasil musrenbangkab, tertulis dana untuk pembangunan Kawasan Lontong Pereng dibutuhkan sekitar 480 Juta, untuk 24 kios.

Usulan dari Juweni tersebut nampaknya mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Tiga bulan semenjak acara “Dinamika Pembangunan dan Pemerintahan” Juweni dipanggil pihak kecamatan, untuk dilakukan penjajakan awal pembangunan Kawasan Lontong Pereng. Namun demikian Juweni menjadi berkecil hati ketika pembangunan Kawasan Lontong Pereng tersebut dananya tidak hanya bersumber dari APBD tapi juga menggandeng investor. Dengan kata lain pembangunan tersebut bersifat dana pinjaman, yang di kemudian hari harus mengembalikan, bukan hibah.

APBD, Pinjaman, PNPM atau dana dari Sponsor

Tawaran dari Disperindakop untuk menggandeng investor dalam pembangunan Kawasan Lontong Pereng, ditanggapi dingin oleh Juweni. Sebenarnya Juweni merasa keberatan kalau harus bertanggungjawab atas dana pinjaman pembangunan yang tidak kecil, dalam kurun waktu pengembalian yang tidak sebentar, semantara jabatan Kepala Desa hanya 6 tahun saja, dan sudah berjalan 2 tahun jadi tinggal 4 tahun saja pengabdiannya. Sementara itu kalau dana pembangunan tersebut berasal dari pinjaman ivestor maka paling tidak masa pengembalian minimal 8 tahun. “ Apakah ini tidak akan menjadi beban bagi Kepala Desa selanjutnya, ya kalau masih saya, kalau sudah orang lain?” Demikian Juweni menegaskan. Sementara itu di kesempatan yang lain Ir. Budi Darmawan, Kepala Bidang Perdagangan, Diseperindagkop UMKM Rembang yang dimintai tolong untuk mengusulkan rancangan kontruksi fisik kios lontong, menambahkan “Berapapun dananya bentuk kiosnya dapat disesuaikan dan dibuat seartistik mungkin. Jadi untuk kiosnya jangan terpaku hanya pada desain yang mewah dari beton, bisa saja dibuat sederhana dengan bahan-bahan dari kayu dan bambu yang bisa jadi per kios dengan ukuran 4×4 tidak sampai 7,5 juta”. Dengan demikian jika memang pihak desa menyanggupi, pinjaman untuk pembanguna kios lontong tidak harus sebesar anggaran hasil Musrenbang, kalau ada 12 kios barati hanya dibutuhkan dana sekitar 90 Juta.

Juweni lebih berharap kalau dana pembangunan tersebut bersumber dari APBD, dan bersifat hibah. Kalaupun memang ada kendala dengan APBD dia akan terus mengusahakan pembangunan Kawasan Lontong Pereng melalui sumber yang lainnya, seperti melalui program PNPM atau mencari donatur. Seperti yang telah dia ketahui sebelumnya bahwa salah satu perusahaan minuman dalam kemasan ternama pernah menawarkan untuk membangun Kawasan Lontong Pereng, meskipun sampai saat ini belum ada kabar perkembangannya.

Terlepas dari alotnya pembangunan fisik Kawasan Lontong Pereng, perlu juga diperhatikan untuk membuat image tentang Kawasan Lontong Pereng tidak hanya sekedar jualan lontong pereng, tetapi sebagai salah satu icon pariwisata Kabupaten Rembang. Paling tidak ketika orang berbicara tentang Rembang juga akan berbicara tentang lontong pereng, dan ketika sampai di Kawasan Lontong Pereng tidak hanya makan lontong saja tapi ada alasan lain yang membuat wisatawan untuk tinggal lebih lama. Misalnya mereka juga dapat mencari cinderamata ataupun oleh-oleh khas Rembang, tidak menutup kemungkinan mereka juga akan live in, tinggal di rumah-rumah warga sekaligus menikmati dan turut serta dalam kegiatan masyarakat seperti bertani ataupun membatik. Kesempatan untuk tinggal dan beraktifitas layaknya penduduk desa, merupakan suatu pengalaman yang luar biasa yang tidak bisa tergantikan seperti ketika mengunjungi hotel atau restoran yang mewah.

Gambaran tersebut bukanlah suatu omong kosong jika pihak pemerintah dengan serius menata Kawasan Lontong Pereng sebagai salah satu tempat rujukan dan bahkan bisa menjadi salah sati ikon wisata di Kabupaten Rembang. Tidak menutup kemungkinan Jeruk bisa menjadi Desa wisata, yang jumlahnya baru 17 Desa saja di Jawa Tengah (Slamet Haryono).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *