Peningkatan kapasitas dan keterampilan menjadi satu kegiatan yang secara rutin dilakukan untuk mendukung pengembangan KUB.
Berikut laporan singkat kegiatan pelatihan ”Manajemen dan Kepe- mimpinan” serta ”Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Daerah” yang telah diselenggarakan untuk KUB batik tulis desa Jeruk.
Pelatihan ”Manajemen dan Kepemimpinan”
Pada pelatihan yang diadakan pada tanggal 25-26 November 2006 ini peserta adalah para perempuan perajin batik yang bertempat tinggal di desa Jeruk, Pereng, dan Sendang Mulyo.
Di dalam pelatihan para peserta diajak untuk mengenali dan memetakan kemampuan atau potensi diri yang dimiliki oleh masing-masing serta potensi desa secara umum yang nantinya dapat menjadi modal bagi pengembangan KUB.
Gambaran kekuatan dan kelemahan di atas kemudian dikaitkan dengan praktek dan fasilitas serta perangkat desa yang selama ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di desa Jeruk dan sekitarnya.
Pada sesi berikutnya ada 3 pertanyaan refleksi yang diberikan kepada peserta, yaitu (1) apa yang mendorong kesuksesan seseorang, (2) apa yang menghambat kesuksesan dan (3) bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.
Pelatihan dilanjutkan dengan sesi ketrampilan manajemen tentang bagaimana mengatur, menata dan memulai sebuah kegiatan, yaitu dengan: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pelaksanaan, dan (4) evaluasi.
Sesi pada pelatihan di hari ke-2 lebih terfokus pada kepemimpinan, yaitu: (1) pengertian dan unsur–unsur kepemimpinan, (2) kepercayaan, (3) berpikir positif, (4) kreatif, (5) sinergi atau gotong royong (kerja sama dan mandiri). Dalam pelatihan kepemimpinan ini peserta lebih banyak berinteraksi dalam kelompok. Peserta diajak untuk memahami unsur-unsur kepemimpinan melalui beberapa permainan dalam kelompok.
Pelatihan ”Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Daerah
Pada pelatihan yang diadakan pada tanggal 27-28 Januari 2007 ini peserta berjumlah 23 orang, sebagian besar adalah peserta pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen.
Dalam pelatihan, peserta diajak untuk mengingat kembali potensi desa yang telah digali bersama di dalam pelatihan sebelumnya dan sekaligus memetakan gambaran pluralitas sosial masyarakat.
Dalam pelatihan peserta juga diajak memperdalam keterampilan bernegosiasi lewat permainan peran antara pengusaha dan pengrajin batik.
Pada sesi berikutnya peserta diajak untuk memperdalam soal gender dan maknanya, lalu memberikan contoh–contoh aktor perempuan yang aktif dan produktif, misalnya Srikandi-Srikandi Lasem: Ibu Kartini, Kanjeng Ratu Kalinyamat, Ratu Sima, dan Putri Campa.
Peserta juga berinteraksi dalam diskusi kelompok untuk lebih memperdalam pemahaman gender dengan mendiskusikan penryataan-pernyataan berikut: (1) lelaki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama, (2) setelah berkeluarga anak pertama yang didambakan adalah anak lelaki, (3) adalah wajar bagi suami mengerjakan pekerjaan dapur, (4) kalau sebuah keluarga memiliki sorang putra dan seorang putri maka prioritas untuk mendapatkan pendidikan diberikan kepada putri, (5) yang layak menjadi ilmuwan terkemuka adalah laki–laki, (6) yang lebih mampu mengembangkan karier/pekerjaan adalah perempuan, dan (7) pimpinan pemerintah daerah pada masa mendatang sebaiknya perempuan. Pertanyaan–pertanyaan diatas dibahas dalam kelompok.
Dalam pelatihan ada testimoni pengalaman Ibu Naisah sebagai Bayan (perempuan pertama yang menjadi Bayan) tentang bagaimana seorang perempuan dapat juga berperan dalam kegiatan kemasyarakatan: “Menjadi bayan ini dianugerahkan oleh Allah SWT, dipercaya oleh masyarakat dan bangga menjadi ibu Bayan dusun Gading. Pekerjaannya mendampingi tokoh masyarakat un- tuk menarik pajak iuran masyarakat, masjid, memfasilitasi pertemuan”.
Di akhir pelatihan ditekankan untuk menggabungkan berbagai keterampilan yang sudah dipelajari dengan perjuangan perempuan dalam membantu perekonomian keluarga dan berpartisipasi dalam masyarakat.