PENDEKATAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUB)
UNTUK PENGEMBANGAN BATIK TULIS LASEM
DI KABUPATEN REMBANG
Oleh: William Kwan HL*
Industri batik tulis Lasem merupakan pendukung ekonomi masyarakat yang penting di Kabupaten Rembang, khususnya di Kecamatan Lasem, pada masa prakemerdekaan Republik Indonesia. Pada tahun 1930 diperkirakan industri batik Lasem didukung oleh keberadaan dari 120 unit usaha batik. Sebagian besar rumah tangga di Lasem saat itu terlibat dalam kegiatan produksi dan penjualan batik. Peran penting usaha batik Lasem tersebut terus berlanjut sampai tahun 1970-an, di mana masih terdapat sekitar 144 orang pengusaha batik. Selanjutnya, perkembangan industri batik Lasem turun naik namun dengan kecenderungan terus menurun sampai dengan tahun 2004. Banyak perusahaan batik Lasem tutup usaha akibat kalah bersaing dengan batik printing, terkena imbas krisis ekonomi berulang kali, terutama pada tahun 1997–2002, kegagalan dalam regenerasi usaha dan sebagainya. Sebagai akibatnya, jumlah perusahaan batik Lasem sekarang merosot menjadi 20 unit saja (Februari 2007).
Berkat kian pulihnya daya beli masyarakat dan dukungan penuh Pemda Kabupaten Rembang dalam promosi pemasaran ke berbagai acara pameran dan promosi penjualan di berbagai daerah (Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Bali, Lampung, Makasar, dan sebagainya), kinerja usaha industri batik Lasem kembali menunjukkan peningkatan sejak tahun 2004. Namun demikian, ekspansi industri tersebut sebenarnya masih terlampau kecil untuk mampu menyerap seluruh tenaga kerja produktif batik yang saat ini kebanyakan menganggur di 25 desa di kabupaten Rembang.
Berdasarkan perkiraan kasar IPI, sebagai hasil pengamatan di Kabupaten Rembang selama periode Agustus 2006–Februari 2007, tenaga kerja trampil pembatikan yang menganggur atau bekerja di pekerjaan non-batik diperkirakan cukup besar yaitu lebih dari 70%.
Tenaga kerja trampil batik di desa Jeruk yang menganggur adalah 69 orang (40%). Sedangkan potensi tenaga kerja trampil batik yang tidak termanfaatkan, baik karena menganggur maupun bekerja di bidang usaha non-batik, adalah 139 orang (81%). Kondisi ketenagakerjaan ini sangat memprihatinkan di tengah kesulitan ekonomi (kemiskinan) dan pengangguran tenaga kerja produktif di desa Jeruk. Keadaan serupa juga diperkirakan terjadi di sebagian besar dari 25 desa asal pembatik di Kabupaten Rembang.
Sementara itu, strategi pemberdayaan industri batik Lasem yang diterapkan berbagai instansi Pemda Kabupaten Rembang cenderung berfokus pada pemberdayaan pengusaha batik Lasem. Bantuan peralatan kerja, pelatihan teknis, permodalan dan promosi pemasaran telah diberikan kepada para pengusaha tersebut. Tidak ada yang salah dengan pilihan strategi ini. Peningkatan kapasitas peng usaha diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja pembatik dalam jumlah lebih besar sehingga dapat menekan angka pengangguran. Namun demikian, strategi pemberdayaan pengusaha batik ini perlu dikritisi sebagai berikut: 1. Kapasitas kewirausahaan tidak dapat ditingkatkan secara cepat. Akibatnya, dalam jangka waktu pendek, jumlah 20 orang pengusaha batik Lasem saat ini tidak dapat diharapkan untuk menyerap seluruh tenaga kerja produktif batik yang menganggur di 25 desa asal pembatik di Kabupaten Rembang.
Peningkatan jumlah pengusaha baru batik Lasem perlu dijadikan sebagai strategi pelengkap untuk pemberdayaan industri batik Lasem oleh Pemda Kabupaten Rembang saat ini. 2. Menguatnya kapasitas usaha akan meningkatkan keuntungan yang dapat diperoleh para pengusaha batik Lasem. Namun demikian, hal ini tidak berarti akan otomatis terjadi perbaikan kesejahteraan para pekerja batik berupa peningkatan upah kerja mereka. Relatif rendahnya upah pekerja batik di Kabupaten Rembang selama ini diperkirakan telah mengakibatkan turunnya mutu produksi, tidak membaiknya angka kemiskinan di pedesaan dan menghambat regenerasi pekerja batik Lasem. Generasi muda memilih untuk bekerja di sektor usaha non-batik yang menawarkan upah relatif lebih tinggi, misalnya menjadi tenaga pengasuh bayi dikota-kota besar.
Strategi pemberdayaan kapasitas pekerja batik perlu diterapkan untuk peningkatan produktivitas kerja dan tingkat upah industri batik Lasem dalam jangka panjang sehingga menjamin kesinambungan/regenerasi usaha batik Lasem, menekan angka pengangguran dan kemiskinan.
Berdasarkan kedua pertimbangan di atas, maka Institut Pluralisme Indonesia (IPI) mengambil inisiatif untuk membangun proyek percontohan di salah satu desa sumber pembatik, yaitu desa Jeruk di Kecamatan Pancur. Tujuan proyek percontohan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas teknis dan non teknis para pembatik 2. Pengembangan semangat kewirausahaan dan peningkatan jumlah pengusaha batik di desa tempat tinggal pembatik.
Kegiatan IPI ini sesungguhnya bukan hal baru di Kabupaten Rembang. Pada tahun 1987 Dinas Perindagkop Kabupaten Rembang, misalnya, pernah mengadakan pelatihan teknis produksi dan menejemen usaha untuk para pembatik di beberapa desa di kecamatan Pancur. Walaupun program pelatihan tersebut tidak berkesinambungan, tetapi setidaknya telah berhasil menumbuhkan kewirausahaan baru batik di desa Karaskepoh. Dua orang pengusaha batik di desa Karaskepoh (Ibu Tasminah dan Ibu Sugiyem) merupakan contoh lulusan program pelatihan untuk para pembatik tersebut.
Kesulitan penumbuhan pengusaha baru batik kiranya dapat dimengerti karena tidak mudah bagi seorang pekerja batik melakukan proses transformasi diri untuk menjadi seorang pengusaha batik. Di tengah aneka hambatan yang harus dihadapi, khususnya kebutuhan keuangan yang lebih mudah dihadapi dengan terus mempertahankan status sebagai seorang pekerja batik, ia harus berusaha keras untuk mempertahankan semangatnya untuk menjadi seorang pengusaha sambil terus membekali diri dengan aneka ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam usahanya kelak. Hal ini sungguh tidak mudah dilakukan. Hanya seorang pekerja batik yang tidak pernah menyerah untuk menjadi pengusaha-lah yang akhirnya benar-benar berhasil. Selain itu, ia juga perlu mendapatkan dukungan anggota keluarga serta pihak lain, misalnya instansi Pemerintah dan organisasi kemasyarakatan, untuk memperbesar kemungkinannya menjadi seorang pengusaha.
Proses alamiah yang harus ditempuh seorang pekerja batik untuk menjadi seorang pengusaha batik dapat berlangsung lama. Sebagai contoh, Ibu Sugiyem membutuhkan waktu 7 (tujuh) tahun, yaitu periode tahun 1987–1994, dalam proses pengembangan diri sebagai seorang pengusaha batik. Mengingat betapa sulitnya proses pengembangan kewirausahaan tersebut di atas bagi para individu pekerja batik yang umumnya berasal dari latar belakang pendidikan dan dukungan sosial ekonomi keluarga yang terbatas, maka diperlukan sebuah strategi pengembangan kapasitas yang lebih memadai. Belajar dari aneka program pemberdayaan masyarakat di berbagai wilayah di Indo- nesia maupun negara-negara lain, IPI mengusulkan strategi “Kelompok Usaha Bersama (KUB)” untuk di- terapkan dalam upaya pemberdayaan pembatik Lasem.
Strategi KUB Batik Lasem di atas pada hakekat-nya mengandalkan dinamika kelompok sebagai dasar pengembangan semangat, sikap, pengetahuan dan ketrampilan berusaha dari calon pengusaha batik. Keanggotaan KUB diawali dengan beberapa orang anggota pekerja batik yang memiliki kemauan kuat untuk bekerjasama, saling belajar dan berbagi resiko demi pe- ningkatan kesejahteraan ekonomi mereka melalui usaha bersama batik Lasem. Secara bertahap, anggota KUB dapat ditambah dengan catatan tidak mengakibatkan melemahnya koordinasi antar anggota tersebut.
Organisasi KUB disusun secara sederhana, terdiri dari Pengurus dan Anggota KUB. Pengurus KUB terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan beberapa orang Koordinator Operasional sesuai dengan hasil analisa kebutuhan pengembangan KUB. Periode jabatan seorang Pengurus KUB ditentukan oleh kesepakatan bersama semua Anggota KUB dalam Rapat Umum KUB. Demikian pula halnya dengan semua aturan organisasi KUB lainnya, baik di bidang produksi, keuangan, pemasaran, sumberdaya manusia, hubungan masyarakat, dan sebagainya harus dibuat dan disepakati secara demokratis dalam rapat-rapat KUB. Dengan demikian, “Semangat Kebersamaan” perlu dikedepankan sebagai landasan utama bagi berfungsinya KUB.
Kegiatan KUB tidak bersifat eksklusif untuk para anggotanya saja. KUB juga turut aktif membantu aneka kegiatan sosial ekonomi di desa tempat tinggal para anggota, misalnya kontribusi dalam kegiatan Posyandu, pendalaman agama dan sebagainya. Selain itu, KUB turut serta dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa) untuk mengakses dana APBD
Kabupaten Rembang (baca melalui ADD/ Alokasi Dana Desa) guna pem-berdayaan ekonomi masyarakat desa, termasuk alokasi dana untuk investasi dan modal kerja usaha batik. Dengan demikian, diharapkan kehadiran KUB benar-benar dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan.
Secara operasional, IPI hanya bertindak sebagai perantara pembentukan dan operasionalisasi KUB. Segala jenis keputusan akan diambil melalui kesepakatan bersama dalam rapat-rapat KUB, baik yang menyangkut pengembangan organisasi kelompok, arah usaha maupun interak- si dengan aneka pihak lain (termasuk Pemerintah, perusahaan lain dan masyarakat luas). Pembatasan peranan IPI hanya pada tingkat perantara ini dilakukan agar secara bertahap KUB dapat mandiri sepenuhnya.
Pendampingan IPI terhadap KUB berupa bantuan nasehat kebijakan maupun teknis operasional. Di samping itu, secara teratur IPI membantu fasilitasi pelatihan KUB baik secara teknis (misalnya, proses produksi batik, kepemimpinan dan menejemen usaha) maupun non-teknis (misalnya, pemahaman budaya batik, partisipasi pembangunan, pemetaan sumberdaya lokal dan eksternal, proses kebi- jakan dalam tata kelola Pemerintahan yang baik, modal sosial, kesadaran lingkungan hidup, sensitivitas jender, dan sebagainya). Evaluasi terhadap strategi KUB akan dilakukan IPI secara rutin untuk penyempurnaan proses pendampingan IPI terhadap KUB.
Sejak tanggal 18 September 2006, sebuah KUB Batik Lasem telah terbentuk di desa Jeruk, kecamatan
Pancur, Kabupaten Rembang dengan anggota awal 4 orang. KUB ini menamakan diri sebagai “KUB Srikandi Jeruk”.
Pengurus KUB Srikandi Jeruk terdiri dari:
Ketua : Ibu Ramini
Sekretaris : Ibu Juwariah
Bendahara : Ibu Marni
Koordinator Operasional : Ibu Sulastri
Saat ini KUB Srikandi Jeruk sedang melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
- Pembelajaran dan eksperimen produksi batik yang disesuaikan dengan kemampuan anggota KUB sendiri
- Identifikasi fokus usaha KUB di masa yang akan datang
- Rekrutmen dan pelibatan anggota KUB secara bertahap.
Semoga KUB Srikandi Jeruk berhasil dalam meningkatkan kapasitas para anggotanya dalam usaha bersama batik Lasem sehingga pada gilirannya dapat membantu penambahan lapangan pekerjaan bagi para pembatik di desa Jeruk serta memotivasi tumbuh berkembangnya KUB Batik Lasem di berbagai desa lainnya di Kabupaten Rembang.