Batik Lasem: Kain Kuno Indonesia Meretas Harapan Pengrajin Batik Lasem

Sejak dulu batik tulis Lasem sangat dikenal sebagai salah satu batik pesisiran yang berkualitas baik. Semakin lama umur sebuah batik Lasem maka warnanya akan semakin bagus, tidak makin pundar.

Pengakuan masyarakat terhadap batik Lasem sebagai karya seni bangsa Indonesia yang unggul memangtak diragukan lagi. Akan tetapi tahukah kita dibalik proses pembuatan karya seni adiluhung ini, ada tangan-tangan terampil yang mengerjakannya dengan penuh ketelitian dan kesabaran.

Ya, sangat jarang dari kita mengetahui cerita kehidupan dibalik keindahan batik Lasem. Kehidupan perempuan-perempuan yang telah mengabdikan hidupnya untuk melestarikan warisan budaya dari leluhurnya, selain untuk menyambung kehidupan keluarga dari hari ke hari. Ditengah semakin beratnya beban hidup, banyak pengrajin kehilangan pekerjaan dan terpaksa beralih pekerjaan bahkan banyak juga yang menganggur. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah unit usaha batik Lasem, dari 140 pengusaha pada tahun 1970 jadi 20 pengusaha pada tahun 2006.

Kondisi seperti ini yang melatarbelakangi IPI untuk berusaha melakukan sesuatu selain untuk melestarikan budaya bangsa, juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang masih tergolong miskin secara ekonomi. Usaha ini terumuskan dalam program Kain Nusantara Lestari(KANURI).

Dalam hal pelestarian batik Lasem, IPI bergerak dalam bingkai program Revitalisasi Budaya dan Usaha Kecil Batik Lasem sebagai bagian dari program KANURI. Salah satu usaha yang dilakukan IPI untuk mensukseskan program ini melalui penguatan kapasitas pengrajin batik Lasem me- lalui pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB).

Survei Awal

Sebelum menetapkan pelestarian batik Lasem sebagai program pertama KANURI, kurang lebih dua tahun IPI telah melakukan studi pustaka dan beberapa kali melakukan kunjungan lapangan ke Lasem serta menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang terkait baik pemerintah, pengusaha, organisasi masyarakat dan pemerhati batik Lasem. Sebagai awal pelaksanaan program Revitalisasi Budaya dan Usaha Kecil Batik Lasem, pada tanggal 3 Agustus 2006 Tim IPI berangkat ke Rembang untuk melakukan survei pencarian data-data yang terkait dengan usaha pelestarian batik Lasem dengan menemui pihak pihak yang terkait. Hal utama yang dibahas dalam pertemuan dengan pihak pihak tersebut, IPI minta masukan desa mana yang cocok dijadikan desa percontohan pelestarian batik Lasem. Berbagai pihak memberikan masukan desa-desa yang cocok sebagai desa percontohan, semuanya berada di dalam wilayah kecamatan Pancur.

Tanggal 5 Agustus 2007, Tim IPI berkunjung ke kantor kecamatan Pancur dan berdialog dengan Bapak Sulistiyono, Camat Pancur. Pak Sulistiyono memberikan gambaran mengenai usaha batik di Pancur serta kondisi pengrajin dan desanya.

Karena keterbatasan waktu, Tim IPI hanya mela- kukan survei mendalam pada dua desa, Karaskepoh dan Jeruk, dari beberapa desa yang direkomendasikan untuk dijadikan desa percontohan. Sebelum melakukan survei pengrajin batik di kedua desa tersebut, Tim IPI berkunjung ke rumah Kepala Desa Karas kepoh dan Jeruk untuk men- jelaskan maksud dari survei
ini.

Partisipasi KUB dalam kegiatan
Posyandu di dusun Gading
desa Jeruk – 23 Pebruari 2007

Di desa Karaskepoh, Bu Sugiyem (pengusaha batik Lasem di Karaskepoh) membantu kami untuk melakukan pendataan pengrajin. Sedangkan di desa Jeruk, Kepala Desa langsung merekomendasikan dua orang, Sujinah dan Ramini (sekarang ketua KUB), yang memiliki kemampuan untuk membentuk kelompok usaha. Berhubung saat itu Bu Sujinah tidak berada di rumah maka kami hanya dapat menemui Ramini. Dengan dibantu Ramini, kami melakukan pendataan pengrajin batik Lasem yang masih maupun tidak bekerja lagi.

Survei awal ini berakhir pada tanggal 12 Agustus 2007. Setelah kami melakukan analisis hasil survei maka IPI menetapkan desa Jeruk, kecamatan Pan- cur sebagai desa percontohan program ini. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi desa Jeruk dipilih sebagai desa percontohan.

Pertama, potensi tenaga kerja pengrajin batik di desa Jeruk besar karena masih banyak perempuan yang mempunyai ketrampilan membatik (menurut data IPI sekitar 172 orang), tetapi sebagian besar sudah tidak bekerja lagi sebagai pembatik.

Kedua, potensi pembatik yang banyak belum bisa di maksimalkan karena belum ada pengusaha batik Lasem di desa Jeruk.

Ketiga, kehidupan perekonomian masyarakat desa Jeruk masih tergantung pada sektor pertanian padahal desa Jeruk merupakan desa kering, pengairan sawah hanya mengandalkan air hujan. Faktor ini merupakan salah satu penyebab sebagian besar masyarakat desa Jeruk masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Keempat, jika dilihat dari letak geografisnya, desa Jeruk lebih berpotensi untuk dikembangkan menjadi desa pengembangan batik Lasem karena terletak di pinggir jalan besar yang menghubungkan Rembang Pancur dan ada pendukung wisata makanan yakni sentra lontong tuyuhan.

Pembentukan KUB

Setelah IPI menetapkan desa Jeruk sebagai desa percontohan, kami berdialog dengan Ramini supaya dia mengajak pembatik yang tidak bekerja untuk belajar bersama mengembangkan diri menjadi wirausaha batik. Proses pemilihan anggota awal dengan proses bergulir dimulai dari Ramini sebagai orang pertama yang ditemui oleh IPI sewaktu survei awal, akhirnya dia memilih tiga orang, yakni Juwariyah, Sulastri, dan Sumarni.

Dalam tahap awal pembentukan KUB Ramini hanya memilih tiga orang supaya proses awal perjalanan KUB dapat berjalan bagus dengan modal kepercayaan yang sudah dimiliki oleh anggota awal tersebut.

Walaupun hanya empat orang dengan latar belakang pendidikan rendah, rata-rata hanya lulusan SD, tetapi potensi yang dimiliki anggota beragam dan saling melengkapi. Dilihat dari teknis membatik, Sumarni mempunyai kemampuan nglerengkeng (membatik ragam hias di bagian muka mori). Sedangkan untuk nerusi (membatik ragam hias di bagian belakang mori) dan nembok (menutup kain dengan lilin setelah di- batik), tiga anggota lainnya bisa melakukannya.

Semua proses membatik dilakukan sendiri oleh anggota awal,hanya pewarnaan yang tidak bisa mereka lakukan sendiri. Karena selama ini resep pewarnaan hanya diketahui oleh para pengusaha, pengrajin tidak ada yang mengetahui formula untuk pembuatan warna.

Selain kemampuan membatik, anggota awal KUB juga memiliki kemampuan dan pengalaman yang mendukung pengembangan KUB. Sejak awal ketemu dan berdialog dengan Ramini, kami dapat merasakan Ramini memiliki jiwa kepemimpinan. Asumsi ini diperkuat setelah kami membaca buku yang berisi catatan perjalanannya saat melatih membatik di daerah Sumatera Utara.

Ramini mencatat kisah- kisah dalam perjalanannya secara rinci, seperti kisah dia sembuh dari pusing karena minum Paramex sedangkan temannya yang lain minum Bodrex pun di-
tulisnya.

Juwariyah mempunyai kemampuan menjadi pembawa acara karena dia sering menjadi pembawa acara dalam acara-acara Fatayat dan Muslimat NU. Begitu juga Sulastri yang aktif sebagai ketua kelompok Simpan Pinjam Perempuan PPK Pancur mempunyai kemampuan dalam mengelola keuangan. Kekuatan KUB semakin bertambah dengan kemampuan Sumarni dalam hal pemasaran. Kemampuan ini dimiliki Sumarni karena sudah lama menekuni pekerjaan sebagai pedagang buah-buahan di pasar.

Tepatnya pada tanggal 18 September 2006 keempat pembatik tersebut membentuk KUB Srikandi Jeruk. Tujuan KUB didirikan untuk menumbuhkan wirausaha batik Lasem di desa-desa sekitar Lasem. Hal ini dilakukan untuk mendukung sentra batik di Lasem yang terancam regenerasinya karena banyak anak pengusaha batik yang tidak bersedia meneruskan usaha batik orang tuanya.

Mereka lebih suka kerja di kota-kota besar setelah menamatkan kuliahnya. Secara khusus, dibentuknya KUB Srikandi Jeruk untuk meningkatkan kesejahteraan pembatik di desa Jeruk, yang pada akhirnya mendo- rong bergeraknya perekonomian desa. Upaya ini sangat perlu didukung oleh pemerintah dan masyarakat sehingga KUB harus terlibat aktif dalam musyawarah-musyawarah desa untuk menentukan arah pembangunan desa khususnya yang terkait dalam pengembangan batik Lasem.

Dinamika Perjalanan KUB Srikandi Jeruk

Pengembangan usaha lewat model KUB merupakan sesuatu yang baru di desa Jeruk, apalagi model penguatan ekonomi yang berbasis budaya. Keuntungan pengembangan usaha bersifat kelompok adalah proses kerja dapat selalu terpantau oleh anggota sendiri. Usaha yang dijalankan lebih kuat karena ditopang oleh tanggung jawab beberapa orang. Selain itu pengembangan produksi lebih bervariasi karena dikerjakan oleh beberapa orang.

Konsep organisasi yang dibangun dalam KUB merupakan hal baru bagi anggota KUB. Mereka belum pernah mengikuti konsep organisasi yang utuh, dalam arti semua fungsi yang ada di organisasi dijalankan secara efektif dan berkelanjutan. Organisasi yang biasa mereka ikuti hanya berupa kegiatan yang bersifat sesekali saja dan tidak memerlukan partisipasi yang sangat aktif dari anggotanya.

Proses pembentukan KUB yang mulai dari awal, tentu saja banyak hambatan di tengah perjalanannya. Sejak awal pendiriannya anggota KUB diajarkan konsep berorganisasi secara benar, ditekankan sifat jujur antar anggota, dan juga konsep berbagi antar anggota secara adil. Tapi kadang kala anggota masih saja mengedepankan sifat egois sehingga tercipta jarak antar anggota. Ada juga yang masih belum berani berpendapat, masih sangat tergantung pimpinan, kurang dapat menerima masukan dari pihak luar, mobilitas yang rendah, partisipasi dan kreativitas yang kurang.

Semua ini merupakan hambatan yang ditemui dalam perjalanan KUB. Hambatan-hambatan tersebut sedikit demi sedikit dikikis, dengan cara yang disesuaikan dengan karakte-ristik anggota dan tentunya dengan adanya pengarahan dan pengetahuan bagi mereka. Upaya ini didukung oleh semangat anggota KUB untuk terus belajar dan maju, demi tercapai impian mereka menjadi wirausaha batik Lasem.

IPI sebagai perantara dalam program ini memberikan pelatihan-pelatihan teknis maupun non teknis bagi anggota KUB dan juga pembatik yang ada di desa Jeruk seperti pelatihan kepemimpinan, pengorganisasian, modal sosial, pola batik.

Menyadari bahwa keberhasilan KUB perlu didukung berbagai pihak maka IPI juga mendampingi dan mendorong KUB dalam berkomunikasi dan membina kerjasama dengan pihak-pihak terkait melalui wahana resmi seperti lokakarya dan urun rembug warga maupun wahana lainnya seperti kunjungan dan dialog bersama aparat pemerintahan baik di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.

KUB membagikan majalah KANURI
kepada para pembatik sebagai sarana
komunikasi dan informasi untuk kelestarian Batik Lasem

Harapan ke depan

Pelatihan-pelatihan yang diadakan KUB bersama IPI memberikan kesem- patan kepada pembatik diluar KUB untuk berpartisipasi dalam kegiatan KUB. Hal ini sangat berguna untuk mendorong partisipasi pembatik di luar dusun Jeruk seperti dusun Gading dan Sendangmulyo yang merupakan wilayah desa Jeruk. Upaya untuk meningkatkan keterlibatan pembatik di luar KUB juga didorong dengan partisipasi KUB dalam kegiatan desa seperti posyandu.

Melalui keterlibatan dalam kegiatan posyandu, KUB dapat berkomunikasi dengan pembatik-pembatik di luar KUB mengenai aktivitas KUB selama ini dan ke depan. Seiring dengan meningkatnya interaksi pembatik antar dusun, KUB akan menambah keanggotaannya dari dua dusun yang lain. Sehingga ke depan KUB ini benar-benar dimiliki oleh desa Jeruk karena anggotanya berasal dari seluruh dusun dan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan desa.

Untuk mewujudkan harapan diatas, ke depan anggota KUB harus mampu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan membatik.

Produksi batik yang telah dihasilkan KUB masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya jual batiknya. Semakin meningkatnya penjualan maka jumlah produksi batik KUB akan semakin bertambah. Dengan demikian semakin banyak pengrajin di desa Jeruk yang dilibatkan dalam KUB.

Bertambahnya anggota KUB perlu disertai dengan penguatan pengelolaan KUB sehingga keterlibatan anggota baru akan semakin menambah kekuatan KUB untuk berproduksi dan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam melestarikan batik Lasem dan meningkatkan kesejahteraan warga desa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *