Membatik Itu Mempelajari Bermacam-Macam Corak Dengan Makna dan Filosofi Sendiri

Saya Nurul Maslahah dari Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Saya adalah salah satu pembatik generasi muda dari Batang. 

Batik indonesia telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Walaupun sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia, tampaknya tidak menggerakan hati kalangan muda Indonesia untuk membatik. Minat generasi muda untuk membatik ini sangatlah rendah. Salah satunya dikarenakan harga jual batik yang relatif rendah dan proses pembuatannya memerlukan waktu yang lama.

Di daerah saya, usia pembatik itu rata-rata kisaran 50 tahun keatas. Hal ini dipengaruhi generasi muda yang beranggapan bahwa membatik itu seperti “orang kuno”, hanya untuk orang “tua” dan “jadul”.

Menurut saya, dengan membatik, kita bisa berkolaborasi dan berkreasi sesuai dengan keinginan kita, mengenal beragam motif batik beserta corak-coraknya. Batik yang bermacam-macam itu sangatlah unik. Filosofi dan makna dari batik itu sendiri pun sangatlah menarik bagi saya.

Kesadaran untuk melestarikan menjaga warisan budaya bangsa itu harus dimulai dari generasi muda generasi muda. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh generasi muda? Tidak hanya membeli dan mengoleksi saja, namun generasi muda juga bisa mengenal nama-nama batik dan mempelajari tentang motif batik yang “katanya” itu susah.

Harapan saya, dengan adanya IPI dan Samadaya ini bisa mengadakan pelatihan padat karya kepada generasi muda seperti “festival membatik” bagi generasi muda agar meningkatkan kemauan pemuda atau generasi muda untuk belajar membatik. Pelatihan padat karya ini sangat berguna untuk masyarakat karena misalnya masyarakat dapat diberikan kesempatan membuka usaha dengan memberikan modal sehingga masyarakat tidak dibebankan untuk modal usaha yang cukup besar.

– Nurul Maslahah, Pembatik Kabupaten Batang, Jawa Tengah –

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *